Kamis, 24 Desember 2009

YANG TERSISA DARI GERILYA BAWAH TANAH


seorang kawan mengirimkan sms kepada saya untuk membuat sebuah catatan mengenai "gerilya bawah tanah".jujur,sampai saya mengetik ini saya masih bingung apa yang akan saya tuliskan.karena terus terang memori yang ada di otak saya sudah penuh dengan tagihan-tagihan yang harus saya selesaikan dalam waktu dekat ini,sehingga memori tentang "gerilya bawah tanah" banyak yang terhapus.apalagi saya sudah tidak ingat lagi kapan semuanya ini dimulai.......

masih dalam kebingungan...............
........

diam sebentar,sambil saya hidupkan pemutar lagu di komputer,"winamp".saya memilih album "the bend"nya radiohead,mungkin ini bisa membantu memulihkan memori ingatan saya,karena sepertinya dari album ini saya bisa mulai mengingat kembali masa-masa awal itu.

kunyalakan sebatang rokok mild kesukaanku sembari ditemani secangkir kopi cream hangat yang sudah dipersiapkan oleh istri tercinta,sambil tetap berusaha memacu space yang ada di dalam mikrokosmos.....................

track "sulk" mengalun dengan indahnya.sambil perlahan-lahan terus kuhisap rokok hingga tak terasa telah habis sebatang....namun memori itu belum juga muncul................

track "street spirit(fade out)" mulai berkumandang,memoriku mulai bergerilya mencari arsip-arsip yang sudah berserakan di dalam folder-folder otakku dan tiba-tiba sebuah lubang di dalam mikrokosmos menganga lebar,menarik keras tubuhku hingga tanpa terasa aku berada di sebuah tempat dan waktu yang berbeda...............

lagu itu masih mengalun,namun di tempat ini diputar di sebuah pemutar kaset pita alias tape recorder.handphone yang aku selipkan di saku celanakupun lenyap.dihadapanku telah duduk 2 orang yang sedang larut dalam sebuah percakapan yang cukup serius.oh,ternyata aku sekarang baru ingat,tempat ini adalah rumah hendrik a.k.a gethuk yang telah mengirimi aku sms.duduk di sebelahnya adalah rizal.ya,ini adalah tahun 1998.dimana saat itu tape recorder adalah stuff wajib buat para pecandu musik.tukar-menukar kaset pita adalah sebuah tradisi,sedangkan mendengarkan kaset album baru band pujaan secara kolektif adalah badai serotonin yang sangat kami nantikan.di depan kami ada beberapa tumpukan newsletter,fanzine,katalog dan beberapa surat yang baru di dapat hendrik dari beberapa kawan di luar kota.diskusi kamipun berlanjut,kadang diselingi joke-joke khas anak muda saat itu.dan ternyata tanpa terasa aktifitas seperti ini saya lakukan hampir 6 tahun di sela-sela waktu senggang saya selain studi di institusi formal.tempatnya pun bergantian.biasanya kalau tidak di rumah gethuk,ya di rumah rizal.anggotanya juga kadang lumayan banyak.kadang bisa 5 sampai 10 orang.selain dua tempat ini,ada juga tempat yang cukup nyaman yaitu di rumah kost bang yudo cacing,pendatang dari surabaya yang menempuh studi di fakultas ekonomi universitas negeri jember,yang terletak di jl.mastrip no.11.tempat inilah yang nantinya akan menjadi tempat bersejarah dalam pergerakan underground jember.sebuah tempat yang telah memecah dinding pembatas antara mahasiswa,kaum intelektual yang dianggap sebagai agen perubahan dengan berandal kampung yang dianggap sebagai sampah masyarakat.
boleh dikatakan ini adalah sekolah kedua saya,walaupun awalnya terkesan main-main.tapi dari sinilah saya mulai belajar berproses hingga menjadi saya yang seperti sekarang ini.mungkin dari tradisi inilah "gerilya bawah tanah" dilahirkan...............

giliran track "planet telex" berdendang.ingatanku mulai pulih.atmosfir dari lagu ini semakin membawa anganku melayang ke masa-masa itu.untuk sementara memori tagihan-tagihan mengendap di dalam recyle bin otakku..................

"layar hitam mulai dibuka..........."

panggung musik underground rock di kota jember,memang boleh dikatakan tidak berjalan secara regular.hal ini disebabkan kurang diapresiasinya musik underground rock oleh masyarakat jember.suatu hal yang wajar mengingat jember adalah sebuah daerah yang sektor ekonominya masih tergantung pada bidang agraris,dimana sebuah budaya yang "kebarat-baratan" masih dinilai tabu.padahal underground rock lahir dari generasi muda yang ada di barat sana sebagai bentuk penolakan terhadap budaya mereka sendiri yang dinilai banyak kepincangan.neo liberalisme yang didengungkan oleh pihak imperialime barat telah melahirkan budaya kompetisi yang tidak sehat di bidang ekonomi.pasar dunia yang dibentuk oleh badan-badan ekonomi dunia hasilnya hanya diserap oleh segelintir orang,sedangkan sebagian besar hanya dijadikan objek konsumen atau bagian dari proses produksi dan distribusi.budaya pengembangan ekonomi secara swadaya perlahan-lahan mulai ditinggalkan dan tunduk kepada badan ekonomi dunia.hal inilah yang membuat mengapa underground rock berkembang cukup pesat di negara-negara dunia ketiga,termasuk indonesia yang menjadi sampah budaya dari neo liberalisme.jadi sangatlah naif,jika underground rock hanya dinilai sebatas budaya latah,seperti produk budaya barat instant lainnya yang datang dan pergi hanya untuk pengerukan keuntungan semata,karena dari kemunculannya sampai sekarang underground rock telah melalui proses budaya yang sangat panjang tanpa mengenal batasan timur atau barat.begitu juga kedatangan underground rock di kota jember bukan semata-mata produk budaya yang hanya dinikmati tanpa mau belajar untuk menggali esensinya,dari beberapa individu yang ada dan mencoba untuk tetap bertahan,telah menjadikan underground rock sebagai pilihan hidup.sebuah pilihan yang mungkin menjadi mimpi buruk buat para orang tua.bahkan membuat geram para pihak aparat karena aktifitas massa underground rock yang dinilai tidak sesuai dengan etika budaya masyarakat.

memang,disadari atau tidak disadari,mulai awal kemunculannya,underground rock telah menjadi satu ancaman buat mereka yang tidak siap dengan perubahan budaya.hal ini bisa dilihat dari sejarah perjalanan panggung musik underground rock.pada tahun 1973 di sebuah panggung bertajuk "malam show musik undergound" akhir bulan september di gedung olah raga 10 november,alm.ucok aka harahap,frontman dari band rock "aka",surabaya sempat dicekal karena melakukan atraksi panggung yang waktu itu dinilai diluar batas kewajaran.hal serupa juga sempat terjadi di jember awal tahun 1998.saat band punk jember,"w.n.a" tampil di event kampus,"jambore band" beberapa kompi aparat datang dengan alasan mengamankan mereka karena melakukan aksi pengrusakan equipment panggung.padahal equipment yang dirusak oleh mereka jelas milik pribadi.dampak dari kejadian ini,beberapa rental studio musik di jember memboikot band-band underground rock dengan alasan sering melakukan pengrusakan alat-alat musik.yang lebih mengejutkan lagi,karena atraksi panggung andy cola,vokal dari band black metal jember,"leptodus",melakukan aksi yang sangat mengerikan dan mungkin satu-satunya di indonesia,mencoba bunuh diri di panggung dengan menyilet urat nadi tangannya,yang berdampak pada pencekalan band-band underground rock di panggung-panggung musik kampus jember saat itu.padahal,gelombang underground rock waktu itu datang sebagai bentuk counter-culture terhadap budaya musik rock mainstream yang sudah didominasi dengan konspirasi dan penuh kepalsuan.kita bisa melihat ketika era panggung festival musik rock dipenuhi oleh band-band pesolek berkompetisi unjuk gigi kebolehannya mengcover lagu-lagu top 40 rock yang sudah ditentukan oleh panitia di depan dewan juri hanya untuk mendapatkan pengakuan atau penghargaan semu.yang terjadi disini sebetulnya ada pengkebirian kreatifitas terhadap musisi atau band rock saat itu.rock telah kehilangan esensinya dan hanya menjadi media popularitas.

berangkat dari kejadian di atas dan maraknya panggung musik underground rock di berbagai kota di indonesia khususnya kota-kota besar seperti jakarta,bandung,malang,jogyakarta dan denpasar sebagai bentuk perlawanan budaya,maka dengan komunitas yang sudah terbentuk,para pelaku musik underground rock jember membuka wacana untuk mengadakan pertunjukan panggung sendiri.dimulai oleh para penggila musik metal yang dimotori oleh andy botol(waktu itu masih bergabung dengan band legenda death metal jember,desecration),bersama komunitasnya,"sacrificial corpses" mengadakan event "jember bising" untuk pertama kalinya pada pertengahan tahun 1998.selang beberapa bulan kemudian,dari komunitas penggila musik punk/hardcore,"total riot community" lahirlah sebuah event yang nantinya akan menjadi sebuah budaya tradisi,yang kemudian diteruskan oleh generasi gelombang berikutnya,komunitas "gerimis diskolektif".

......."gerilya bawah tanah"..........

untuk pertama kalinya,"gerilya bawah tanah" diadakan di sebuah gudang kecil atau bengkel musik milik unit kegiatan mahasiswa kesenian universitas muhammadiyah jember dengan menggunakan dana patungan dari registrasi band yang akan tampil dan uang kas yang terkumpul.fasilitas sound system yang disuguhkan waktu itu boleh dikatakan belum memenuhi standard.bayangkan,sound system baru didapatkan beberapa jam sebelum event digelar.penyebabnya,orang studio musik yang dipercaya untuk menangani masalah ini menghilang entah kemana.pihak panitia dibuat kelabakan.untungnya 9 jam sebelum acara dimulai,ada rekomendasi dari seorang teman yang intens di showbiz panggung musik dangdut kelas amatir,sehingga masalah sound system dapat teratasi.band-band yang tampil pada event pertama ini yaitu : w.n.a ( crust punk ),brain deffect ( death metal ),criminal vagina ( porno grind ),reckless ( punk rock ),ex-pispot ( punk rock ),distortion of the fact ( metal hardcore ), no war ( punk rock ), revolution inside ( hardcore ),devastated ( crust punk ) dan lain-lain.terasa sekali semangat yang dimiliki oleh band yang tampil ataupun apresiasi massa yang datang untuk menonton.sampai gudang kecil yang dipakai tidak bisa menampung semua yang hadir di tempat ini.acarapun berlangsung cukup tertib dan selesai tepat pada waktunya.sebuah momentum yang tidak bisa dilupakan.sebuah awal yang akan melahirkan individu-individu berpotensi pada bidang masing-masing tanpa kehilangan semangat independensinya.dari event ini pula etos do-it-youself bukan hanya sekedar wacana.secara tidak disadari,sebuah virus telah mulai disebarkan oleh generasi muda yang haus akan perubahan.

pasca event "gerilya bawah tanah I",produktivitas mulai tampak.stuff-stuff mulai aktif dikerjakan,baik secara individu ataupun kolektif.dari yang hanya menyebarkan leaflet fotokopian sampai pembuatan album rekaman minimalis.zine-zine juga mulai berkembang sangat pesat saat itu.squad,untuk menyebutkan sebuah tempat untuk berkumpul disentralkan di sebuah rumah kost-kostan yang terletak di jl.mastrip no.11.sempat terjadi perbedaan pendapat di dalam komunitas,mengenai keterlibatan beberapa individu yang aktif bergerak dalam politik praktis sebagai bentuk aplikasi dari apa yang disebut "resistansi".namun hal ini tidak membuat underground rock di jember terpecah belah.malah menunjukkan bentuk kesolidan walaupun berdiri dengan beragam macam perbedaan.inilah yang membedakan underground rock dengan komunitas lainnya di jember.pembangunan ekonomi secara mandiri mulai digerakkan dengan menjual souvenir,zine,album rekaman ataupun merchandise dengan cara lapak di beberapa jalan raya yang berada di pusat kota.panggung-panggung musik underground rockpun mulai marak dengan mengangkat tema-tema sosial yang sedang hangat dengan penyikapan yang berbeda,seperti orde reformasi,isu rasial dan kebijakan ekonomi pemerintah.sebuah fenomena di dunia seni musik jember yang mungkin hanya komunitas underground rock yang melakukannya saat itu.

ditengah-tengah produktivitas yang sangat pesat,pada awal tahun 2000 beberapa individu di dalam komunitas total riot community mulai menggagaskan kembali event "gerilya bawah tanah" yang kedua.perundinganpun dilakukan dengan berpindah-pindah tempat seperti tradisi awal event ini dilahirkan.cukup lama persiapan yang dibuat,kurang lebih memakan waktu 3 bulan.mungkin dalam event inilah semangat individu-individu dalam komunitas terlihat berapi-api.lebih dari 40 individu terlibat langsung dan bekerja cukup baik dengan job descriptionnya masing-masing.padahal sebagian besar dari mereka belum pernah terlibat dalam pengorganisiran sebuah event.secara tidak langsung event "gerilya bawah tanah" kedua ini memberikan semacam edukasi dengan kesadaran murni tanpa adanya paksaan.untuk pengurusan perizinan tempat,total riot community menggandeng ukm kampus yang ada di universitas negeri jember yakni bahana justisia dari fakultas hukum.
dari penggalangan dana,uang kas dan registrasi band yang akan tampil,ternyata mendulang rupiah yang sangat besar.sehingga sangat memungkinkan sekali membuat sebuah event yang spektakuler.dari mengundang band-band luar kota yang sudah familiar dikalangan underground rock,seperti:"the babies" (malang punk rock),"perish" (malang black metal),"sid groove" ( sidoarjo cross over ),sampai penggunaan sound system berkapasitas ribuan watt.malah rencananya waktu itu mau mendatangkan tiga band jogya yaitu:"technoshit" ( elektronik punk ),"black boot" ( punk rock ) dan "sukar maju" ( dangdut punk ) yang saat itu cukup populer di komunitas musik underground indonesia.tapi sayang mereka berhalangan untuk hadir karena aktifitas mereka yang cukup padat.massa penonton yang datang mungkin terbesar dalam sejarah panggung musik underground rock di jember.dari tiket sebanyak 500 lembar habis terjual,belum termasuk penonton yang masuk tanpa tiket.sebuah pembuktian dan pengalaman berharga yang bisa dijadikan proses pembelajaran untuk langkah berikutnya bahwa keseriusan dan bekerja secara profesional,bagaimanapun bentuknya akan membuahkan hasil yang maksimal,walaupun underground rock adalah kaum minoritas diantara masyarakat jember.

track "fake plastic tress"....................

tahun 2002 adalah masa dimana underground rock mengalami titik jenuh,berjalan stagnan tanpa ada progres yang nyata.beberapa individu dihadapkan pada realitas hidup.mereka yang umumnya kaum pendatang di kota jember,satu persatu hengkang meninggalkan komunitas yang sudah dibangun dengan susah payah ini.squad yang ada di jl.mastrip no.11pun ditutup.sebagian lagi masuk ke dalam proses alamiah dari drama kehidupan manusia,menikah,bekerja dan beberapa mengadu nasib di perantauan.infrastruktur yang dulunya solid pecah menjadi kepingan elemen organ-organ kecil.kerasnya realitas hidup mau tidak mau memaksa kami untuk ambil bagian dalam sistem yang sebenarnya kami benci.dilematis,bahkan kadang membuat kami terpuruk,membujur kaku dalam kantung-kantung plastik produk instant yang kita beli di supermarket.perlahan-lahan suara perlawanan yang dulu lantang kami teriakan di atas panggung ataupun saat demonstrasi,kini hanya terdengar seperti jargon-jargon iklan masyarakat di televisi.sekarang kami sudah menjadi bagian dari mereka.bekerja,bekerja dan bekerja...beli,beli dan beli...dan tanpa terasa kita sudah bisa menikmatinya.............

".....sebuah bunuh diri yang sempurna........"

track "high and dry"...............

"regenerasi dalam komunitas underground rock dimulai............."

beberapa individu yang tersisa mencoba untuk tetap bertahan dan membangun kembali organ-organ baru.salah satunya adalah gerimis diskolektif yang merupakan embrio dari organ yang dulunya bernama freepass (front generasi pasifist).organ inilah yang akhirnya menyelamatkan tradisi budaya "gerilya bawah tanah" sampai fase lima yang baru saja diselenggarakan pada tanggal 15 november kemarin.
di satu sisi,panggung musik di jember mengalami perubahan.dari yang semula dipenuhi oleh band-band top 40,kini marak dengan band-band yang mengaku sebagai band indie.hal ini dampak dari semangat independen,yang awalnya didengungkan oleh komunitas underground rock,mulai diadopsi oleh komunitas-komunitas lain seiring dengan banyaknya band-band underground rock yang masuk jalur arus utama dan media massa yang mulai ramai mengupas hal-hal yang berbau "indie".pada saat itu,musik underground mulai menampakkan varian-variannya.dari yang dulu hanya didominasi oleh band-band musik cadas,kini mulai merambah pada musik pop eksentrik.strategi pemasaran stuff-stuff mulai tampak semakin profesional.hal ini membuat perusahaan rekaman-rekaman besar merasa terancam.jebakan-jebakan mulai dipasang.mereka membentuk tim pencari bakat dengan mengadakan semacam ajang kompetisi untuk mencari bibit-bibit baru dengan harapan rupiah tetap mengalir di kantongnya.definisi "indie" dibuat semakin tidak jelas oleh beberapa pelaku dalam komunitas underground yang mementingkan kepentingannya sendiri.yang terjadi akhirnya ada semacam jurang antara band underground yang berusaha mempertahankan tradisi "indie" sesuai awalnya dengan band indie yang melihat "indie" hanyalah jalan awal menuju arus utama.komunitas musik underground di jember terpecah lagi menjadi beberapa kelompok-kelompok kecil yang bertebaran di tiap-tiap sudut kota.sesuatu yang tidak bisa dipungkiri mengingat pilihan kembali kepada diri kita masing-masing.tidak ada hak buat kita untuk mengklaim kitalah yang paling benar karena hal semacam ini akan membuat komunitas yang sudah minoritas ini bertambah minor lagi.
alangkah indahnya jika kita bisa berjalan bersama kembali tanpa melihat perbedaan yang ada dan membuat jember menjadi "rumah" yang nyaman buat kawan-kawan luar kota yang singgah di kota ini.biarlah komunitas underground rock berjalan sesuai dengan hukum seleksi alam dan waktulah nanti yang akan membuktikan siapa yang tetap akan bertahan walaupun dengan puing-puing integritas yang terakhir.

"perang itu ternyata tidak akan pernah dimenangkan..........."

track "nice dream" mengalun indah,mengiringi angan melayang terbang dalam surga ketujuh,dimana perjalanan yang terlewati,semuanya terlihat sempurna.hitam putih kehidupan melebur menjadi warna pelangi melingkar di dalam jiwa yang sudah lama terpasung oleh hirarki dunia.

semoga "gerilya bawah tanah" tetap bisa menjaga surga itu.............

Kamis, 05 November 2009

SEBUAH PROSES “BE YOURSELF” DARI SUDUT PANDANG SUBJEKTIF


bagi kalian yang sekarang berusia kepala tiga atau dibawahnya sekitar 2-3 tahun,mungkin sempat merasakan bagaimana dahsyatnya musik metal mengobrak-abrik pasar musik dunia di awal era 80an sampai dengan akhir 90an. walaupun sebagian metalhead beranggapan bahwa musik metal tidak pernah menjadi mainstream alias tetap di jalur underground tapi bagi saya pribadi musik metal pernah popular dan mempunyai arti tersendiri bagi remaja pada masa itu selain gelombang musik rock,new wave,disco,hip hop ataupun pop. saya masih ingat betul waktu saya duduk di bangku kelas 3 sekolah dasar melihat bagaimana pak de (paman) saya (sekarang sudah meninggal dunia akibat kecelakaan ) berdandan ala rob halford vokalis judas priest untuk datang ke show musik rock di stadion notohadinegoro tanpa pernah mengetahui esensi dari rock itu sendiri ( karena keterbatasan informasi pada saat itu).dari beliau juga saya banyak mendapatkan referensi musik album2 band rock dan metal dunia seperti:iron maiden, helloween, van hallen, bon jovi, motley crue dll.


adalah lagu “kehidupan”nya god bless yang pertama kali meracuni saya untuk lebih mengenal musik jenis ini. dengan menumpang televisi di rumah tetangga sebelah, aku tidak pernah melewatkan menonton klip(?) lagu tersebut ketika muncul di acara musik pada waktu itu seperti selekta pop, album minggu ini atau kamera ria. dan hanya untuk mendapatkan kaset album “semut hitam”nya god bless, aku rela menangis merengek-rengek kepada orang tuaku di depan toko kaset agar dibelikan kaset tersebut.ha…ha…biasalah anak kecil.kebetulan juga rumahku waktu itu berhadapan dengan rumah pakdeku yang gila musik cadas sehingga aku mempunyai akses untuk mengetahui lebih banyak tentang musik metal…...dan dari sinilah semuanya berawal……………


sekarang saya beralih pada pembahasan dimana saya mulai mengenal yang namanya “hardcore”.
setelah kurang lebih 8 tahun aku menjadi pecandu musik rock dan metal ( selain itu aku mulai mencoba mendengarkan musik instrumental ala kitaro, klasik, atau soundtrack film dan iseng-iseng ngeband dengan beberapa kawan di bangku SMA), telingaku terpukau mendengarkan lagu-lagu yang dibawakan oleh band cadas biohazard . pada masa itu gelombang musik alternatif mulai berkembang pesat seiring dengan lagu “small like teen spirit”nya nirvana mengacak –acak top chart musik dunia.usut punya usut jenis musik yang dibawakan oleh biohazard tersebut dinamakan hardcore, dan istilah itu aku dapatkan ketika aku mengambil studi kuliahku di sebuah perguruan tinggi swasta di kota
bandung. dari sinilah awal aku bergulat dengan yang namanya scene independent atau D.I.Y ( do it yourself). kaset lokal pertama kali
yang aku dapatkan untuk genre musik seperti ini tidak lain dan tidak bukan adalah ep pertama band hardcore legendaris setempat dan juga mungkin nasional,puppen “not a pup ep”. jujur, kaset inilah titik awal yang membuat saya menjadi seperti saya yang sekarang menulis tulisan ini. dengan dibantu seorang kawan yang intens di scene black metal, aku mulai dikenalkan album-album lainnya yang waktu itu dilabelkan hardcore seperti : RATM, dog eat dog, sick of it all, korn (waktu itu masih belum menjadi band besar),dll. karena alasan tertentu, aku tinggalkan studiku di bandung dan pindah di malang setelah satu tahun merasakan sejuknya kota parahiyangan.


ditengah-tengah kesibukanku kuliah di malang, aku kembali ngeband dengan kawan-kawanku yang merupakan tetangga rumahku di jember. karena faktor jarak antara malang-jember yang tidak begitu jauh, aku sering pulang kampung.hampir tiap minggu aku gunakan pulang untuk sekedar latihan dan sharing dengan bandku. dilain sisi aku juga mulai aktif berkomunikasi dengan komunitas “punkernative” ( singkatan dari punk dan alternatif, kalo nggak salah ) yang merupakan cikal bakal terbentuknya “total riot community”. dari sini aku mulai lebih aktif dengan scene underground/independen.


selain punkernative, pada waktu itu ada juga komunitas “sacrificial corpses” yang mengkhususkan pada genre musik underground jenis death metal, black metal dan grindcore. seperti yang dialami di berbagai kota di Indonesia pada umumnya, pada pergerakan awal scene underground/independen pasti terjadi permusuhan antara penggila musik punk/hardcore dengan penggila musik death/black/grindcore. hal ini juga berlaku di jember. bahkan di komunitas punkernative yang aku ikuti, terdapat jargon-jargon anti kemapanan, fuck metal, pop is dead dll yang intinya menyerang berbagai hal yang berbau popular, mainstream, rockstar dan metal. pasti kita juga masih ingat, di tiap album lokal band punk/harcore terdapat list “no thank to:” karena jargon tersebut, agar tidak dianggap pengkhianat komunitas atau supaya tidak dianggap borok, follower, abal-abal, trendy ( ha…ha…ha….pasti kita semua ingat isitilah ini kan ) aku jual semua koleksi kaset metalku yang dulu aku dapat dengan susah payah ( alias menabung bahkan sampe penggelapan uang spp sekolah ) dan kuganti dengan kaset-kaset punk/hardcore seperti:NOFX, bad religion, madball, sex pistol, downset dan kaset kopian band-band hardcore independen yang aku dapatkan dari scenester underground malang seperti earth crisis ( band ini juga sempat merubah pandangan hidupku), ignite, minor threat, 7 seconds, youth of today, backfire, Brightside dll. hal yang mungkin paling bodoh aku lakukan kalo diingat ( tapi dulu itu sesuatu yang cool,man) adalah mengumpat band-band cover yang membawakan lagu2 dari band rock atau metal yang sebelumnya aku puja ketika ada event musik di kampus2 perguruan tinggi jember.bersama kawan-kawan di komunitas punkernative, kami dengan penuh amarah mencemooh mereka. entah apa tujuannya, yang jelas menurut kami itu adalah hal yang menyenangkan.dan ketika giliran band dari komunitas kami tampil, dengan stage act yang cenderung destruktif, kami semua menggila dibawah panggung menikmati lagu punk/hc yang disuguhkan. nggak peduli sound yang keluar seperti apa, yang penting having fun.


puncak kreatifitas, solidaritas dan kepedulian sosial komunitas kami adalah dengan membuat sebuah event dengan titel, “pentas sosial alternative 12 jam” dimana hampir semua band alternative, punk, hardcore di jember bahkan bondowoso ikut ambil bagian dalam event ini. dengan semangat anti komersial ( karena kami waktu itu senang dengan istilah yang berbau “anti” ), event ini akhirnya menginspirasi event-event kampus lain dengan tema sosial yang diangkat. adalah sebuah keharusan tiap band yang tampil untuk menyumbang beras sebanyak 2,5 kg.(kayak zakat ya…) yang kemudian kita sumbangkan ke salah satu panti asuhan di jember. event in juga sempat dihadiri beberapa scenester underground dari kota malang yang akhirnya menjadi akses informasi bagi kami di jember.kembali pada term “agar tidak dianggap pengkhianat”,”biar tidak dibilang follower” atau “ supaya tidak dikucilkan dari scene underground jember” kami akhirnya menganggap musik alternatif ( pada waktu itu band2 seperti pearl jam, soundgarden, nirvana, alice in chains dll) sebagai musik komersial (karena dirilis mayor label) dan bukan bagian dari scene underground. karena pengaruh term tersebut yang begitu kuat diantara kawan-kawan yang intens di scene punk/hc akhirnya kawan2 yang sebetulnya banyak memberikan kontribusi kepada komunitas ini,harus tersisihkan hanya karena mereka tetap menjadi pecandu musik alternatif ( tetapi akhirnya mereka kembali bergabung dengan kami setelah kami melalui proses pendewasaan diri dan kemudian bergerak bersama membangun scene punk/hc di kota jember tercinta ini ). sesuatu yang seharusnya tidak perlu terjadi, tapi itulah realita dari sebuah proses.


setelah proses pemisahan tersebut, komunitas ini berubah nama menjadi total riot community. kamipun mulai mencoba bersahabat dengan komunitas “sacrificial corpses” yang sebelumnya musuh bebuyutan kami dan mencoba menghantarkan nama komunitas kami di blantika per- underground-an Indonesia dengan mengaktifkan jaringan komunikasi dengan komunitas2 underground lain khususnya scene punk/hc di berbagai kota2 di Indonesia. saya sendiri mulai aktif berkomunikasi dengan kawan2 di kota2 lain terutama malang, bandung dan Jakarta ( karena waktu itu tiga kota besar tersebut menurutku mempunyai scene underground yang cukup bagus dan mempunyai akses informasi yang cukup kuat ) untuk mendapatkan referensi baik musik ataupun literatur dan aku mencoba intens di scene hardcore yang menurutku secara fashion sangat casual sesuai dengan karakteristikku yang tidak begitu senang dengan fashion yang amburadul dan corak musik yang menurut aku dapat memberikan energi besar buat aku yang waktu itu memasuki fase pencarian identitas diri.inilah alasan awal mengapa aku memilih intens di scene hc.

seiring dengan perkembangan informasi di scene hc itu sendiri dan masuknya fasilitas media internet dalam pergerakan underground ( selain media fanzines dan newsletter),ternyata ada dua kelompok besar dalam scene hc yang pada waktu itu diistilahkan dengan “old school” dan “new school”. “old” mewakili genre musik hc di awal sampai akhir era 80an,band2nya seperti: minor threat,bad brain, murphy’s law, youth of today, gorilla biscuit dll dan mencapai puncak kejayaannya di tahun 1988 di negeri paman sam sana, sedangkan “new” mewakili genre musik hc era awal 90an sampai sekarang ( yang kita kenal saat ini dengan istilah “metalcore”) yang berani melakukan terobosan baru di segi sound dengan mengkombinasikan riff2 gitar groovy dengan part2 musik metal. sejauh pengamatan saya band2 pelopor genre musik hc seperti ini adalah dari scene H8000 CREW belgia dengan record labelnya “ good life recording” seperti : congress, liar, unbroken, harvest,dll. wabah ini juga diikuti oleh band2 usa seperti:earth crisis, morning again, onekingdown dll. selain pengelompokan tersebut, hc juga menawarkan gaya hidup alternatif - positif yang hingga saat ini memiliki massa yang solid yaitu “straight edge”. entah karena faktor apa, aku juga sempat menjalani gaya hidup ini selama kurang lebih 4 tahun.


ditengah-tengah pergerakan scene punk/hc di jember, ada momen-momen penting yang terjadi dalam hidupku dan komunitas kami,seperti keluarnya aku dari kuliah dan memutuskan menikah dengan gadis pilihanku hingga sekarang dikaruniai seorang putra berusia 4 tahun,menggelar event fenomenal "gerilya bawah tanah" yang masih tetap aktif sampai saat ini,membuka ruang diskusi dengan organ2 kampus,merilis album rekaman yang dibuat dengan etos D.I.Y(sekarang menjadi absurd dan lebih dikenal dengan istilah indie),membuat media wacana publik(fanzine,newsletter,pamflet,leaflet,grafiti,etc),membentuk kolektif "freepass" yang merupakan cikal bakal terbentuknya "gerimis diskolektif",membuka ruang publik seni dan budaya hingga terjadinya regenerasi yang diawali dengan demoralisasi pada kawan – kawan yang terlibat dalam scene punk/hc jember dan juga kurang kuatnya infrastruktur yang dibangun.untuk persoalan ini mungkin akan aku bahas pada tulisanku di edisi selanjutnya, mengingat keterbatasan ruang yang ada.


kembali ke istilah new school tadi, karena kecintaanku pada musik metal sejak kecil ( disertai semangat ingin “ jadi diri sendiri” ) akhirnya aku lebih intens mendengarkan musik hc dari band2 new school dan mencoba memainkannya dengan bandku,dan karena kerinduanku disertai hasrat ingin bernostalgia, selain mendengarkan band2 metalcore
( istilahnya saat ini), aku mulai aktif hunting rilisan2 band2 metal lama yang dulu sudah aku jual, baik itu kaset,cd,vcd,ataupun dvd bahkan download melalui internet hingga sekarang .


ya, sebuah kecintaan yang bermuara pada jati diri yang saat ini tidak perlu ditutup-tutupi lagi, tidak ada perasaan takut untuk tidak diakui, bahkan tanpa pelabelanpun.aku akan tetap berjalan dengan semua kemampuanku dan ketidakberdayaanku menghadapi kerasnya realita hidup untuk bergerak pada satu titik yang akhirnya hanya aku sendiri yang mengetahuinya.dengan iringan soundtrack musik metal tentunya dan juga musik lain yang tentunya juga akan aku pilih sendiri, aku akan terus bergerak hingga puing integritas terakhir yang aku miliki untuk satu ketidakyakinanku pada satu keyakinan yang mungkin tidak akan pernah aku yakini.

dwi sucahyono (corenx)
adalah seorang vocalist dari SERVER SICK
band hardcore yang berdiri sejak 90-an dan masih tetap exsist hingga sekarang
bapak seorang anak ini, sekarang bekerja dan menetap di jakarta

Rabu, 04 November 2009

Catatan Kecil Tentang GBT




Gerilya Bawah Tanah atau yang dikenal dengan “GBT”, adalah sebuah media ekspresi bebas yang diorganisir secara kolektif, bebas dan setara. Dimana seluruh individu yang ada didalamnya (tanpa membedakan apa siapa dan darimana ia berasal), adalah sebagai pelaku aktif yang secara sadar telah bersama-sama dengan yang lainnya turut serta membangun tradisi GBT. Proses kemandirian, kolektifitas, kebersamaan, kesederhanaan dan tidak bertujuan untuk mencari keuntungan (non-provit ) adalah semangat yang (kurang lebih 11 tahun sejak event ini digelar di akhir 1998) tetap dipertahankan hingga sekarang.
Gerilya Bawah Tanah pertamakali digagas dan dikoordinir oleh komunitas anak muda dari berbagai kampung di jember yang bernama “Total Riot Community”. Komunitas ini terbentuk di akhir tahun 1995 setelah bergabungnya remaja dari berbagai kampung diantaranya kampung gebang, arjasa, tembaan, kebonsari, pagah, kreongan dan banyak lagi lainnya berkumpul bersama para mahasiswa yang sebelumnya aktif dalam komunitas musik indie dengan nama awal “Punkernative”. Di masa yang masih sangat diskriminatif ini, sekat yang memisahkan antara remaja pinggiran (kampung) dan remaja terpelajar (mahasiswa) akhirnya runtuh. Ambruknya tembok pemisah ditandai dengan sebuah event bernama “Pentas Alternative 12 Jam” di sebuah lapangan rumput yang dulu berada di belakang gedung PKM jember pada tahun 1996. Setelah itu para pekerja seni di komunitas ini aktif bergerilya di acara acara kampus baik itu festival, jambore, dan banyak lagi acara provit berkedok musik lainnya. Di masa orba, seni dan musik seolah telah diseragamkan dengan bentuk-bentuk festival dimana tiap2 pesertanya dipaksa memainkan lagu wajib yang ditentukan panitia demi kepentingan promosi oleh para sponsor. Kesempatan untuk berekspresi akhirnya juga hanya dimiliki sebagian kecil band (terutama yang telah mempunyai jam terbang tinggi dan modal besar) saja yang lagi-lagi dengan alasan layak jual-lah yang banyak mengisi acara musik di berbagai universitas di jember.
Band-band yang ada di dalam komunitas ini secara bergantian menyusupkan diri pada berbagai acara tersebut dengan cara mengganti – ganti nama band untuk menghindari pencekalan dari para event organizer (organisasi musik dan seni kampus) dan berpatungan agar bisa membayar uang pendaftaran yang sangat mahal. Muak atas kondisi musik dan seni yang sangat monoton dan diskriminatif itulah yang membuat anak-anak muda ini bertekad untuk membangun sebuah event yang mandiri dan bebas kepentingan. Diskusi demi diskusi pun dimulai di pinggiran jalan, trotoar pojok matahari plaza, hingga bergantian dari kampung satu ke tempat yang lainnya. Setiap minggu disisihkan uang receh yang didapat dari sisa uang saku, kembalian rokok ataupun hasil dari beberapa kawan yang waktu itu bekerja mengamen di lampu-lampu merah. Hingga kurang lebih pengumpulan dana ini dilakukan selama 2 tahun (setelah 12 Jam Pentas Alternative tahun 1996 hingga akhir 1998), juga dibantu oleh beberapa usaha kecil yang kebetulan juga mendukung ide dan cita-cita ini. Aktifitas kumpul tiap malam minggu ini berlanjut dengan kegiatan saling bertukar informasi dengan memfotocopy newsletter, kaset dan buku – buku bacaan.
Event “Gerilya Bawah Tanah” #1 berlangsung di sebuah gudang kecil di UNMUH Jember pada tahun 1998, sebagai protes dan kritik budaya atas dikuasainya akses media dan ruang ekspresi seni oleh para korporasi dan event organizer. Dengan mengusung tema “Equality” / Semua Setara , walaupun hanya dengan alat-alat dan sound murah namun mampu membangkitkan semangat dan kebersamaan di antara para pekerja seni pinggiran ini untuk tetap eksis dan mandiri. Setahun setelah sukses “GBT#1”, kolektif Total Riot Community akhirnya fakum dan bubar di kisaran tahun 1999 setelah aksi menolak kekerasan militer pada ulang tahun ABRI di bubarkan dengan represif. Bahkan beberapa orang tak dikenal terlihat menggeledah dan mengambil beberapa buku dan catatan hasil diskusi di tempat berkumpulnya kawan-kawan TRC di Mastrip 11 (M11). Kejadian ini membuat banyak orang menjadi khawatir, beberapa memilih sembunyi di kampung masing-masing sedangkan yang lainnya meneruskan sekolah, kuliah ataupun ada juga yang pergi ke kota-kota lain dan mencari pekerjaan tetap.
Kemandirian ini berlanjut pada “Gerilya Bawah Tanah” #2 di gedung Soetarjo di tahun 2003, dengan bekerja sama dengan UKM Kesenian Jember. Bertemakan “Jember Anti Kekerasan” / Stop Violence, GBT2 mengkampanyekan budaya saling menghargai perbedaan dan mencintai sesama umat manusia. Tema ini memang sengaja diangkat setelah berbagai kekerasan terjadi hampir di seluruh Indonesia, baik itu kekerasan aparat terhadap aksi demonstrasi maupun kekerasan yang bersifat rasial seperti tragedi sampit, pembakaran gereja di berbagai tempat dan banyak lagi tragedi kemanusiaan yang lainnya. Sukses “GBT#2”, membuat beberapa orang yang sebagian besar adalah mantan anggota “TRC” kembali berkumpul dan membentuk komunitas baru bernama “FREPASS” (Forum Remaja Pasifist). Komunitas ini kemudian kembali aktif mengadakan diskusi dari rumah ke rumah dan beberapa kali terlibat aksi demonstrasi di berbagai tempat di jember bahkan sempat bergabung dengan kawan –kawan di Malang turun ke jalan memprotes globalisasi di sebuah gerai Mc Donald di kawasan alun-alun kota Malang.



(bersambung)